Rapat Koordinasi POKJA AMPL

Rapat Koordinasi POKJA AMPL
Situasi Rapat Koordinasi POKJA AMPL di Sikka

Rabu, 28 Juli 2010

KETIKA AIR LAUT DIJADIKAN ALTERNATIF.........

cuplikan perjalanan monitoring SAB di Ngolo-Desa Gunung Sari

Oleh Max Adifan
Fasilitator Kelembagaan POKJA AMPL Kabupaten Sikka

Air dalam tanah telah lama menjadi pilihan sumber air guna mencukupi kebutuhan untuk mandi, mencuci pakaian dan masak bagi masyarakat Ngolo-Desa Gunung Sari Pulau Pemana, salah satu pulau yang berada di sebelah utara kota Maumere ibukota Kabupaten Sikka. Air permukaan tanah tidak dijumpai di sana. Setiap tamu yang datang ke Ngolo, mereka akan melihat pemandangan yang sama. Sumur menjamur di antara rumah-rumah penduduk. Masyarakat memanfaatka air sumur ini untuk mencukupi kebutuhan air sehari-hari. “Jangankan air untuk masak nasi dan sayur, air untuk minum saja kami harus ambil di sumur ini walau airnya terasa payau. Banyak air sumur yang tidak tawar lagi. Memang masih ada beberapa sumur yang airnya tawar, tapi kami harus menempuh perjalan kurang lebih 400 -600 meter dari rumah untuk mengangut air dari sumur itu. ” Demikian penjelasan dari Admini, seorang ibu diwawancarai penulis ketika sedang asyik mengobrol bersama temannya di rumah salah satu warga Kampung Ngolo pada hari Kamis, 15 Juli 2010. Potret kehidupan masyarakat kepulauan yang rindu untuk mendapatkan air minum yang layak untuk dikonsumsi.
Namun, kalau perbincangan beralih ke topik, alternatif pengolahan air minum skala rumah tangga (PAM-RT), masyarakat Ngolo mengenal aneka teknik yang bervariasi. Selain teknik memasak yang sudah lazim digunakan oleh masyarakat Desa pada umumnya, masyarakat Ngolo juga sudah mengenal sistem lain. “Kami sering minum air sodis kalau langit tidak mendung, karena sistem sodis membutuhkan sinar matahari untuk mematikan bakteri yang terkandung di dalam air itu.” Jelas Ibu Hawa, salah seorang staf tertua di Desa Gunung Sari. Ya, pengolahan air minum skala rumah tangga (PAM-RT) dengan teknik SODIS (Solar water disinfection) memang sudah lama diperkenalkan oleh Yayasan Dian Desa wilayah NTT, yang berkantor di Jl. Lamtoro-Maumere-Flores dalam rangkaian kerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka.
Dian Desa sebagai salah satu Yayasan yang kosentrasi pelayanannya terarah ke aspek sanitasi, termasuk PAM RT, telah memperkenalkan alternatif pengolahan air minum ini kepada masyarakat Ngolo sejak Tahun 2007. Dari tahun 2007 hingga tahun 2010, Yayasan Dian Desa telah melakukan banyak hal di Ngolo, termasuk pembangunan Jamban Keluarga dan penerapan teknologi tepat guna penyulingan air laut menjadi air minum dengan memanfaatkan sinar matahari. “Dian Desa sudah memperkenalkan sistem sodis sejak tahun 2007 di Ngolo ini. Namun seiring berjalannya waktu alternatif lain juga ditemukan. Setelah mendapat dukungan dana dari SIMAVI-Belanda maka bersama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka kami mencoba memperkenalkan sistem penyulingan air laut menjadi air minum dengan menggunakan sinar matahari yang terkenal dengan nama Water Piramid,” jelas Pa Handoyo, salah seorang teknisi yang ditempatkan oleh Yayasan Dian untuk memantau perkembangan teknologi pengolahan air minum yang tergolong baru ini. Menurut Bapak yang setiap hari menghabiskan waktu untuk melayani masyarakat yang membeli air minum dengan harga Rp. 5000 per galon ini, pengolahan air minum dengan sistem water piramid ini merupakan yang pertama di Indonesia dan itu hanya berada di Desa Gunung Sari. Teknologi ini diperkenalkan oleh Mr. Martin, seorang teknisi yang berkebangsaan Belanda dan telah menghabiskan dana yang tidak sedikit untuk pengadaan bahan. “Sebenarnya sistem ini telah memakan biaya yang besar. Angka pasti yang dikeluarkan untuk membiayai pembangunan sarana ini tidak kami ketahui. Namun diperkirakan bahwa uang yang dihabiskan mencapai 300-400 euro untuk dua piramid. Bahan yang paling mahal adalah terpal. Terpal ini berfungsi sebagai langit buatan yang menjadi untuk menahan uap air yang dipanaskan oleh sinar mataharai. Menurut pencetus teknologi ini, batas normal penggunaan terpal ini hanya sampai empat tahun. Setelah empat tahun, terpalnya harus diganti. Jadi, kami berjuang mengumpulkan dana selama empat tahun agar bisa mengganti terpal ini. Kami masih mencoba kualitasnya untuk kurun waktu empat tahun.” Demikian pa Handoyo menjelaskan. Lanjut pa Handoyo, “Air yang dihasilkan ini bisa langsung diminum. Ia tidak perlu dimasak lagi karen sistem pengolahan dengan teknik ini merupakan salah satu jenis teknologi PAM-RT. Sistem pengolahannya melewati beberapa tahap mulai dari pembuatan sumur air laut (untuk mengantisipasi kondisi pasang surut air laut). Kemudian air laut itu dimasukan ke dalam satu bak penampung yang berfungsi untuk menyaring kotorannya. Air laut yang sudah disaring itu kemudian dialirkan ke dalam wadah yang diselimuti terpal yang dipasang melingkar. Dalam wadah yang berbentuk kubah inilah air laut mengalami proses penguapan. Uapan air laut itu kemudian tertahan di langit-langit terpal, sampai uap itu berubah menjadi titik-titik embun. Jadi kita sebenarnya sedang menciptakan hujan buatan. Hujan juga kan terjadi melalui proses penguapan air laut?” Pa Handoyo menyisipkan pertanyaan retorisnya di antara rentetan penjelasannya yang panjang sambil berjalan mengelilingi wadah penyulingan yang berbentuk kubah ini. Masih menurut Pa handoyo, sistem ini memang sudah dikenal dengan nama water pyramid, walau bentuk wadahnya tidak menyerupai pyramid. “Kami memang pernah mencoba untuk membuat wadah berbentuk pyramid, namun air yang dihasilkannya tidak banyak. Kami memutuskan untuk merubah bentuk wadahnya dengan bentuk bulat seperti ini. Setelah bentuknya dirubah ke model seperti ini maka dua wadah ini bisa menghasilkan 800 liter air minum per hari. Kami tidak tau, sebenarnya ini bentuk apa. Tapi karena sudah terkenal dengan nama water pyramid, maka istilah itu digunakan terus untuk menamakan teknik ini, walau wadahnya tidak berbentuk piramid lagi,” Pa Handoyo menjelaskan dengan penuh keyakinan.
Air yang dihasilkan tidak langsung diminum. Air ini dialirkan ke tank penyimpan air hasil destilasi. Dari tank ini air dilalirkan lagi ke tank air berikut untuk memasuki tahap mineralisasi. Tank ini menampung air mineral sebelum dialirkan ke kran yang dipasang di dalam rumah. “Namun kami belum terlalu yakin dengan kualitas air ini, sehingga sebelum air ini diambil untuk dijadikan air minum melalui kran, air ini disteril lagi dengan menggunakan sinar ultra violet (UV) untuk mengantisipasi bakteri yang masih tersisa.” Demikian Pa Handoyo mengakiri penjelasan panjangnya sambil mengisi air mineral ini ke dalam botol aqua sebagai buah tangan dari Ngolo untuk Fasilitator AMPL Kabupaten Sikka.
Menghadapi banyaknya alternatif pengolahan air minum ini, masyarakat Ngolo merasa bahwa hal ini kenyataan ini sangat bergantung dari respon masyarakat terhadap setiap program yang ditawarkan. “Kepala Desa dan masyarakat di sini sangat antusias menerima setiap program yang ditawarkan. Kalau sekarang ini, alternatif pengelolaan air minum sudah banyak. Memang masih banyak masyarakat yang menggunakan sistem memasak untuk mendapatkan air minum, ada juga yang menggunakan teknik sodis. Tapi ada juga juga salah satu cara yang tidak membuat kita pusing. Kita hanya menyiapkan uang Rp. 5000 dan kita bisa membeli air galon di Piramid. Itu pun kalau kita ada uang.” Jelas Balvas Mula, salah satu tokoh masyarakat Ngolo ketika ditemui di depan rumahnya.
Banyak kekayaaan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Sumber daya manusialah yang dibutuhkan agar kekayaan itu bisa diolah menjadi aset yang sanggup memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Ketika akses kepada air minum bersih masih terbatas, aneka cara dapat dilakukan untuk menjangkaunya. Walau masyarakat kepulauan merasa sulit untuk mendapatkan air yang layak untuk dikonsumsi, namun banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mendapatkanya. Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk menciptakan hujan buatan demi mengubah air laut yang tadinya terasa asin menjadi air mineral yang layak untuk dikonsumsi oleh manusia.

Tidak ada komentar: